Mazmur Hijau di Jantung Semesta

Karya: Sultan Chemistry
Bumi,
adalah rahim purba yang menenun zarah,
mengandung musim di pelipis langit,
menyusui waktu dari tetek embun
dan mendewasakan rimba dalam dekapan cakrawala.
Ia menari dengan napas matahari,
menyulam kehidupan di ujung akar doa,
tapi kita—anak durhaka semesta—
menggenggam bara di tangan logam,
merampas sari dari denyut nadinya.
Hutan yang dahulu simfoni surga,
kini arang yang merintih dalam diam,
laut yang memeluk garis cakrawala,
menjadi toples racun tumpah tanpa ampun.
Gunung pun kini tak berani bernapas,
awan mencatat dendam dalam puisi petir,
sementara kita terus menggarami luka,
dengan mantra bernama pembangunan.
Namun Bumi masih membuka altar,
penuh maaf dan pangkuan cahaya,
menunggu kita mencuci dosa
dengan akar, dengan biji,
dengan cinta yang tumbuh tanpa pamrih.
Hari ini,
jika kau dengar bisik angin yang retak—
itulah mazmur dari jantung semesta:
“Rawat aku…
sebelum aku menjadi elegi terakhir manusia.”
Butta Panrita Lopi, 26 April 2025