RESIKO PENGGIAT LITERASI
(Kata hati seorang guru inspiratif literasi)
Oleh: Dra. Sitti Dahlia Azis
Buku karya tertata rapi
Jaga dan rawat agar awet
Suka dan duka dijalani
Demi perteman direlakan
Jaga dan rawat agar awet
Buku adalah jendela ilmu
Demi perteman direlakan
Walau letih tetap sabar
Buku adalah jendela ilmu
Teman penggerak literasi
Walau letih tetap sabar
Resiko menghadang langkahnya
Teman penggerak literasi
Tetap jadi pejuang pena
Resiko menghadang langkahnya
Kiranya kontributor maklum
***
Tergerak menuliskan ini saat diri menerima tantangan dari seseorang. Sebagai founder memang harus bertanggungjawab atas sirkulasi karya teman di komunitas. Tantangan/hambatan diluar kuasa kami.
1). Keterlambatan orderan dan transferan. Member tetap menginginkan hasil karya dan memang sudah kami kirim ke penerbit.
2). Telah ada masa _dead_ _line_ … namun dana dari para member belum terkumpul.
3). Penerbit tidak mau cetak susulan buku antologi dibawah 5 eksemplar. Solusinya ke teman penulis … founder harus menyerahkan buku yang sudah diordernya dan mengirimnya ke kontributor naskah (terkadang jauh dari alamat yang dikirimi).
*Solusi*.
*Komunikasikan dengan baik.
Di sini kadang uji mental. Founder bukan penerbit bukan pula kurir. Dia manusia biasa. Terkadang ada juga salah ketik nama, gelar dalam sertifikat … dia harus ulang. Biasa ada teman menelpon … harus dilayani jika bermaksud bertanya … telepon berdering, ternyata dimintai pertanggung jawaban jika ada paket terlambat dikirim penerbit.
Founder itu hanya penggagas, manusia yang berniat membantu sesama (merekrut teman, memberi pelatihan gratis, mengumpulkan naskah warga komunitas, menata/edit, menyiapkan sertifikat dan mengurus naskah ke penerbit… Kadang diminta membuat MoU. Heran, ada penerbit langsung ingin membuat kontrak sedang cover yang dibuat founder diabaikan. Layout saja belum dikomunikasikan.
Founder (CEO= Ketua umum) manusia yang punya batas kemampuan (finansial juga kesabaran). Dia butuh kolaborasi/kerjasama dengan pengurus grup. Syukran kalau penerbit memberi free. Biasa dianggap monopoli … bagaimana tidak jika teman ada juga grup sendiri. Dia harus bekerja karena kontributor naskah merasa telah melaksanakan kewajiban menyetor naskah … namun, tak pernah tahu bagaimana suka duka menjadi penggerak literasi.
Karya menjadi warisan bagi anak cucu, maka selektiflah dalam mengkaji dan menuangkan karya. Tuangkan di cawan kasih, buatlah dengan sepenuh kasih. Berpikir positif … berikan ide dan pesan sebagai benang merah dalam tulisan. Ini yang selalu saya perhatikan. Ada rasa malu kalau naskah kami seperti biskuit yang masih terasa tepung dan kami suguhkan kopi yang pahit. Prinsip itu yang membuat kami tertantang terus menyimak, belajar dan menyikapi. Semoga kedepannya ada kepedulian kepada penggiat literasi. Kami bercita-cita mempunyai penerbitan/ percetakan sendiri agar pengiriman buku karya (baik solo maupun antologi) tidak mahal diongkir.
Terkait karya. Mungkin buku yang berisi karya kita hilang atau lapuk ditelan waktu namun hikmah pesan yang tersampaikan akan terus melekat di hati pembaca/penggemar. Saat itulah sebuah karya bermanfaat bagi sesama, menjadi amal jariyah (amal yang tak terputus).
Komunitas Literasi Sulawesi Selatan
Komunitas Pengajar Penulis Ajatappareng (KPPA)
Komunitas Kami Pengajar Sulawesi/MGMP/PMM/APK PUSPEKA
@pengikut
@sorotan
Pinrang, 8 Februari 2024