Idul Fitri dan Merawat Kesalehan Setelah Ramadhan

Sudarmin T.P. – Guru PAI SMK Negeri 1 Tana Toraja
Ramadhan telah berlalu,meninggalkan jejak-jejak spiritual yang mendalam di hati setiap muslim. Layaknya berlayar di samudera ibadah, kita telah mengarungi bulan penuh berkah dengan puasa, shalat malam, dan tilawah Al-Qur’an serta amalan soleh lainnya. Kini, Syawal hadir sebagai dermaga tempat menambatkan perahu. Berlabuh dengan membawa serta bekal ketakwaan yang telah ditempa dan dijalani dengan kesadaran penuh dalam waktu sebulan. Kembali pada rutinitas sepanjang tahun yang terlepas dari indahnya berkah Ramadhan.
Kembali ke Fitrah, Menata Langkah
Momentum Idul Fitri bukan sekadar hari kemenangan, melainkan juga sebuah perjalanan spiritual untuk kembali ke fitrah. Kesucian jiwa setelah sebulan ditempa oleh puasa dan berbagai ibadah sunnah yang pahalanya berlipat lipat kali. Berlebaran dalam tradisi masyarakat Indonesia, bukan hanya soal baju baru atau hidangan khas. Namun lebih dari itu, Idul Fitri adalah momen untuk meneguhkan kembali silaturahmi yang telah lama terjalin. Saling memaafkan untuk ucapan dan tingkah yang pernah menyakiti dan melukai. Menyambung dan mempererat persaudaraan yang sempat renggang karena keduaniaan, menjadi inti dari perayaan ini. Healing dengan berkumpul bersama keluarga besar, bersenda gurau dan menghabiskan waktu dengan cerita penuh makna akan menjadi suplemen energi untuk menjalin kekerabatan penuh kasih. Kembali pada asal dimana hati dan pikiran kita penuh kedamaian dan bersih dari pikiran negative. Semua ini merupakan mana nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam Islam.
Di tengah euforia lebaran, Islam mengajarkan untuk tidak berlebih lebihan. Bahwa ibadah tidak berhenti di ujung Ramadhan. Bahwa sebagai umat yang cerdas membaca situasi dan kondisi, agar mampu menahan diri dengan kesahajaan tanpa mengurangi rasa syukur. Menyiasati kondisi ekonomi yang saat ini sedikit mengkhawatirkan, maka sebaiknya tidak mubazir dalam merayakan hari kemenangan.
Ramadhan dan Idul Fitri bukan hanya tentang hubungan vertikal Habluminallah (manusia dengan Allah), tetapi juga hubungan horizontal Habluminannas dengan sesama.Kewajiban berzakat dan sedekah menjadi bagian dari nilai luhur yang harus terus dijaga. Mengimplementasikan nilai dari puasa dan menahan diri dengan memiliki empati dan simpati kepada sesama. Karena tau dan telah merasakan lapar dan haus serta menahan keinginan yang selama ini mungkin setiap hari merupakan pengalaman orang orang yag diuji dengan materi. Dengan itu akan memperkuat solidaritas dan semangat kebersamaan sebagai manifestasi nyata dari ajaran Islam yang mengutamakan persaudaraan.
Jika Ramadhan adalah madrasah ruhani, maka Syawal adalah ujian pertamanya. Merawat ibadah berkelanjutan dengan Puasa enam hari di bulan Syawal. Menjadi bukti bahwa ketakwaan tidak hanya hadir saat suasana Ramadhan, tetapi terus berlanjut dalam keseharian. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim)
Harapannya adalah puasa syawal ini akan menuntun kita untuk tetap menjaga kemurnian hati dan memperbaiki diri setelah Ramadhan.
Selanjutnya sejauh mana kita mampu mempertahankan kebiasaan baik yang telah dibangun? Mampukah tetap istoqomah menjaga hati dan jiwa untuk menikmati kedekatan pada Allah.
Jika hari hari dibulan Ramadhan tak luput dari lantunan Al-Qur’an, bisakah kebiasaan itu tetap hidup di bulan-bulan setelahnya
Bertahajud di sepertiga malam sebagai momen indah dalam mencurahkan segalanya kepada Sang Maha Mendengar, akankah kita tetap menjaganya di bulan-bulan berikutnya?
Ramadhan telah meninggalkan kita dengan kesedihan bagi yang masih rindu, tetapi sejatinya ia hanya berlalu dalam hitungan waktu. Maknanya akan tetap hadir jika kita mampu merawatnya. Semoga Bulan Syawal adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa kita tidak hanya menjadi hamba yang rajin beribadah di Ramadhan, tetapi juga menjadi pribadi yang terus bertumbuh dalam kebaikan sepanjang tahun.
Yah, kita kembali pada aktivitas hari yang disibukkan dengan berbagai tugas dan tanggung jawab. Mengejar dunia yang tak henti berlari menjauh. Walau akhirat tetap menjadi tujuan dengan menabung pahala dan amal ibadah.
Pertanyaannya adalah, akankah bekal yang direngkuh saat Ramadhan itu tetap terjaga ataukah perlahan luntur seiring dengan kembalinya rutinitas duniawi? Semua kembali pada individu masing masing.
Selamat merawat kesalehan pasca Ramadhan. Semoga spirit yang telah kita bangun tetap bercahaya hingga Ramadhan berikutnya menjelang. Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin.#