Inspirasi

MERDEKA BELAJAR: Mengenal Pembelajaran Berdeferensiasi

Penulis : Siti Dahlia Azis

“Kegiatan apa ini bu? Ibu yang mana?”

Begitu chatting pertama seseorang yang belum aku kenali sebelumnya sambil mengunggah foto-foto teman dan ketua dengan pakaian seragam garuda di dada. Karena penasaran aku teliti akun wa-nya ternyata dia teman di AGPPKnI.

Baca Juga

Aku tidak segera menjawab tapi berpikir [Apakah orang ini marah karena aku ambil foto ketua. Mungkin pula Dia ada dalam foto itu?]

“Sarasehan AGPPKnI di Hotel Mercure. Saya ambil foto Ketua dan Sekertaris karena tertarik melihat bajunya.”

Saya baru saja tinggalkan Tangerang (saya diutus oleh Komunitas Kami Pengajar Sulawesi mengikuti rangkaian acara HGN 2022) kembali ke Sulawesi Selatan. Sayang sekali tidak bisa berlama-lama di Jakarta dan ikut bergabung dengan teman AGPPKnI.

“Iya,” Jawabannya sangat singkat.

“Apakah Bapak ada dalam foto?

Saya sudah minta pak Ketua mengirim baju (tunik ukuran L).” Balas ku dengan kalimat menjelaskan tanpa ditanya.

“Tidak ikut saya.” Singkat lagi jawaban ini.

“O, ya. Bapak domisili di mana?” tanyaku

“Pedalaman Mahakam Kaltim, Bu.”

“Alhamdulillah. Bergerak, serentak, Merdeka.” Tanggap dan memberi semangat dan memberikan foto kami saat mengikuti Puncak HGN 2022 yang memakai seragam Merdeka Belajar.

“Benar kah Bu … kita Merdeka Belajar?

Saya mulai berpikir Apakah teman ini guru atau memang belum mengerti kurikulum Merdeka itu.

“Saya pribadi sudah terapkan itu sejak 5 tahun yang lalu.” Bagaimana cara menjelaskan lewat chatting saja.

Apa yang diajarkan dalam Merdeka belajar ternyata saya sudah lebih duluan. Saya berupaya menggunakan metode belajar yang menyenangkan dan memang materi yang dibutuhkan oleh siswa dengan menggunakan berbagai metode mereka itu akan lebih mudah memahami.

Formalitas kata Merdeka Belajar dan kurikulum Merdeka kami terapkan sejak 2021 karena memang kami sudah menjadi sekolah penggerak.

“Benarkah Bu… kita  merdeka belajar.”

“Pertanyaan ini bisa dijawab dengan diskusi panjang.” Saya berikan tanggapan kedua karena saya memang siap untuk menjelaskan Bagaimana sebenarnya kurikulum Merdeka ini apakah menyulitkan para guru ataukah memberi ruang kepada siswa untuk lebih menggali skill sesuai dengan kemampuan masing-masing.

“Boleh jadi itu juga yg diterapkan oleh guru saya  sejak saya masuk kelas SMA … tapi tetap saja sulit untuk kelompok disabelitas.

“Oh, memang sulit kalau disabilitas … ada metode tersendiri.” Begitu tanggapan saya.

Aku berpikir teman yang chatting ini mungkin guru di sekolah luar biasa SLB.

“Assesmet awal tentu perlu klasifikasi sesuai kebutuhan. Dari situ kita membuat plan capaian pembelajaran.” Aku lanjut menjelaskan seolah-olah tahu tentang kurikulum merdeka Ya tapi setidaknya aku bisa memberikan sebuah solusi dalam hal memahami kurikulum yang baru ini.

“Gencarnya serang narkoba untuk kalangan pelajar dan orang tua semakin meningkatkan jumlah golongan disabilitas.” Aku berupaya menyimak tanggapan ini.

Apakah dia menguji saya sebagai guru PPKn? Asal tahu saja PPKN sekarang ini sudah berubah menjadi Pendidikan Pancasila.

“Banyak yang tidak sadar perang candu sedang berlangsung.” Begitu lanjutnya.

“Memang yang sangat dibutuhkan dalam perkembangan teknologi dan era digital sekarang ini adalah perubahan mindset,” balasku

“Betul. Ini juga menjadi tantangan bagi kita sebagai guru PPKN. Jangan sampai kita yang melarang sementara ada di antara orang dekat kita yang melakukannya.”

Memang sebuah dilema bagi seorang guru PPKN terlebih lagi saat ini kurikulum Merdeka menekankan pada Profil Pelajar Pancasila. Gurunya harus dibekali dengan keterampilan penguasaan digital atau pembelajaran berbasis IT. Juga kemampuan memberi teladan (karakter) yakni kecerdasan intelektual, emosional, dan  spiritual yang tentunya berbasis karakter dan pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia yakni di sini adalah peserta didik.

Kita guru Jangan berbicara soal SARA …  jangan mempertanyakan agama apa, suku apa itu bisa saja terjadi miskomunikasi apalagi dalam hal bermedsos. Kita menyatu dalam perbedaan itu salah satu wujud profil pelajar Pancasila bersama kita hadapi tantangan era globalisasi dan berkolaborasi serta bersinergi untuk mewujudkan bangsa yang maju berperadaban. Sambil chattingan saya berpikir kasihan bangsaku yang kurang memahami dan sudah luntur nilai-nilai yang sudah mengkristal dalam diri bangsa ini nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh kearifan leluhur bangsa ini.

“Tugas di SMAkah Bu?”

“Iya.” jawabku singkat.

Tak pernah ada jawaban sampai sekarang apakah dia terkendala jaringan ataukah memang sudah mengerti dan kembali membicarakannya dengan teman-temannya semoga saja tulisan ini bermanfaat dan saya masih tetap bersedia memberikan pencerahan Apa itu kurikulum merdeka dan bagaimana caranya kita menerapkan dan mengaplikasikannya kepada peserta didik. Mari kita mengajar berdampak … mari kita memilih materi yang betul-betul dibutuhkan oleh siswa yang memberi dampak positif di era globalisasi yang perlu difilter oleh nilai-nilai yang kita yakini kebenarannya. Itulah pembelajaran berdampak atau berdiferensiasi. Serentak bergerak wujudkan Merdeka belajar.#

Facebook Comments
What's Your Reaction?
+1
0
+1
0
+1
1
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Adblock Terdeteksi !

Maaf Matikan dulu Adblock anda