Lima Syarat ‘Link and Match’ Pendidikan Vokasi dan Dunia Industri
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto, menyebut ada lima syarat minimal agar link and match antara pendidikan vokasi dan dunia industri dapat terjadi. “Ada paket link and match itu lima minimal,” ujar Wikan di Jakarta, pekan lalu.
Ia menjabarkan, syarat pertama terciptanya link and match antara vokasi dengan dunia industri adalah pembuatan kurikulum bersama. Di mana kurikulum tersebut harus disinkronisasi setiap tahun dengan industri. “Harus disetujui,” katanya.
Kedua, pihak industri wajib memberikan guru atau dosen tamu. Minimal pengajaran dari dosen dan guru tamu ini dilakukan minimal 50 jam per semester. Syarat ketiga, pemberian magang kepada siswa SMK dan mahasiswa vokasi dari industri yang dirancang bersama. Wikan mengatakan, pihaknya mewajibkan magang minimal satu semester. “Jangan sampai tiba-tiba industri cuma disodori magang suruh terima saja, tidak dari awal sudah dirancang (bersama),” ucap Wikan.
Kemudian syarat keempat adalah sertifikasi kompetensi. Menurut Wikan, kompetensi merupakan hal yang sangat penting untuk lulusan vokasi. Sertifikat dibutuhkan untuk menunjukan level kompetensi lulusan vokasi.
Syarat yang kelima adalah komitmen menyerap lulusan sekolah vokasi oleh industri. “Paket link and match hingga level menikah yang kami rancang yaitu mengembangkan teaching factory. Jadi teaching industry masuk ke dalam kurikulum,” tutup Wikan.
Wikan menegaskan, link and match antara pendidikan vokasi dan industri tidak hanya sekadar tanda tangan MoU, foto-foto kemudian masuk koran. Ia menganalogikan pada hubungan dua orang yang sedang berpacaran dan sampai pada jenjang menikah.
Dengan konsep lima syarat tersebut. Wikan menargetkan 80 persen lulusan pendidikan vokasi dapat terserap ke dunia industri. Sedangkan 20 persen lainnya bisa berbisnis atau ke pekerjaan lain. “Sekarang ada 90 persen ada, 70 persen ada,” ujarnya.
Wikan mengungkapkan, saat ini terdapat stigma bahwa lulusan sekolah vokasi bakal menjadi pengangguran. Dirinya mengatakan anggapan ini dapat terbantahkan dengan peningkatan kompetensi siswa SMK melalui link and match antara pendidikan vokasi dengan dunia industri. “Kompeten artinya lulusan itu sudah berani bilang aku bisa apa, bukannya ini ijazahku. Kalau dia bilang ini ijazahku, itu artinya dia (hanya) bilang aku sudah belajar apa,” katanya.
Oleh karena itu, melalui link and match ini, Wikan berharap lulusan SMK akan memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh industri.***(Denty.A/Aline.R)