Opini

Tantangan Mengajar Seni Budaya di Sekolah

Dr. Sri Darmawati. M, M.Pd

Menurut Ki Hajar Dewantara pengertian seni merupakan hasil keindahan sehingga bisa menggerakkan perasaan indah orang yang melihatnya. Oleh sebab itu, perbuatan manusia yang bisa mempengaruhi serta menimbulkan perasaan indah adalah seni. Sedangkan Hillary Bel, mengatakan seni merupakan istilah yang dipakai untuk semua karya yang bisa menggugah hati siapa saja yang melihatnya dan juga untuk mencari tahu siapa penciptanya. Sedangkan pengertian budaya adalah suatu cara hidup yang dapat berkembang secara bersama pada suatu kelompok orang dengan cara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi.

Harry Sulastianto: Pengertian seni budaya adalah suatu keahlian mengeluarkan ide-ide serta pemikiran indah, termasuk mewujudkan kemampuan dan imajinasi pandangan akan suasana, benda atau karya yang bisa menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju.

Tujuan pendidikan seni di sekolah adalah agar siswa mendapatkan pengalaman dalam berkarya, pengalaman dalam menciptakan konsep karya, pengalaman berestetika dan pengalaman untuk merasakan fungsi pendidikan seni bagi kehidupan.

Kesempatan belajar berekspresi merupakan salah satu tujuan pembelajaran seni budaya. Tujuan pembelajaran hanya dapat dicapai oleh siswa melalui kesempatan berlatih dan dengan bimbingan guru yang kompeten dibidangnya. Hasil berlatih ini akan semakin memotivasi siswa saat diapresiasi dengan baik oleh guru maupun seluruh warga sekolah.

Hasil wawancara penulis terhadap siswa disalahsatu sekolah mengatakan, belajar seni budaya adalah pelajaran yang menyenangkan karena siswa diberikan kesempatan mengekspresikan minat dan bakat seni yang dimiliki terutama pada kegiatan di dalam maupun diluar kelas (ekstrakurikuler).

Kegiatan berekspresi sekaligus menjadi sarana hiburan dan silatuhrahmi.

Siswa senang diberi tugas proyek diantaranya menyusun sebuah kegiatan pentas seni (Pensi)

Siswa menyatakan dengan adanya kegiatan proyek ini mereka mengerti dan paham untuk  merencanakan kegiatan, melaksanakan sampai menyusun pelaporan.

Pada proses belajar, siswa mampu membentuk kepanitiaan, menyusun acara, mengelola keuangan dan sebagainya.

Dengan tanggungjawab yang diberikan oleh guru seni budaya, telah mengantarkan siswa/siswi membentuk karakter positif seperti mampu bekerjasama, disiplin, jujur, bertanggungjawab, berani, dsb.

Membelajarkan seni tidak semudah yang dibayangkan. Tidak sekedar berteori. Agar bisa bernyanyi dengan baik harus melalui proses latihan. Demikian pula belajar melukis, menari, bermain musik dan melakonkan drama.

Beberapa sekolah menganggap, dengan cukup bisa bernyanyi dan menggambar maka guru tersebut sudah layak untuk diberi tugas mengampu mata pelajaran tersebut. Padahal membelajarkan seni tentu tidak sesederhana itu.

Bahkan masih ditemukan dibeberapa sekolah, agar mata pelajaran seni budaya bisa terselenggara, sekolah cukup menunjuk guru mata pelajaran lain untuk mengampunya (sumber:wawancara)

Guru seni yang profesional bukan hanya ahli dalam menguasai ilmu seni namun harus memiliki keahlian dalam mengajarkan ilmunya kepada para peserta didik. Keahlian guru seni dalam dalam menguasai bidang ilmu seni harus diiringi dengan kemampuan memahami keadaan peserta didik, analisis dan pengembangan kurikulum, merencanakan pembelajaran seni, melakukan penilaian dan evaluasi.

Muhajir Effendy (mantan Mendikbud) menyatakan selama ini pendidikan lebih menekankan kepada masalah membaca, menulis, dan menghitung. Padahal di sisi lain, ada tiga hal yang terabaikan, yang juga perlu diberikan perhatian, yaitu masalah etik, estetik dan kinestetik.

Kegiatan itu banyak diabaikan sebagai penilaian di sekolah karena itu ada orangtua yang sangat bangga kalau anak-anaknya dapat matematika 10, dapat 10 sejarah, kimia dan olahraga tapi tidak bangga kalau anaknya dapat nilai menari 10,ā€ ujarnya.

Muhadjir menjelaskan, etik berkaitan dengan tata nilai dan sopan santun, adat istiadat, dan toto krama. Estetika berkaitan dengan  masalah keindahan dan kinestetik, yakni kegiatan yang berkaitan dengan masalah penguatan fisik dan otot yang biasanya lebih diarahkan menjadi kegiatan yang bersifat gymnastic atau kegiatan olahraga.

Dari penjelasan di atas dapat dimaknai bahwa membelajarkan seni tentu membutuhkan guru yang kompeten dibidangnya. Bukan sekedar mengajarkan bagaimana cara menyanyi atau menari tetapi terpenting adalah bagaimana pemahaman serta keterampilan yang telah dimiliki oleh siswa dibarengi dengan attitude yang baik. Tidak sombong, egois dan dapat menjadi life skill setelah menyelesaikan studi.

Namun kenyataan yang ditemui di sekolah adalah adanya tantangan yang dihadapi guru saat membelajarkan seni, antara lain ketersediaan sarana prasarana yang belum mendukung seperti belum memiliki ruang seni/laboratorium seni, selain itu masih ada guru yang mengajar seni bukan berlatarbelakang seni, serta masih adanya pola pikir yang “konvensional” dan tidak mengikuti perkembangan pendidikan era 4.0 ke era 5.0 oleh segelintir guru yang menganggap pembelajaran seni tidak terlalu penting.

Belajar seni budaya di sekolah dianggap sebagai mata pelajaran pelengkap saja.

Menganggap pelajaran seni budaya adalah pelajaran remeh dan keberadaannya ingin dimarginalkan.

Keberadaan seni ada saat dibutuhkan saja, seperti mengisi acara-acara yang diadakan di sekolah.

Bahkan diperparah dengan teguran-teguran langsung kepada siswa jika dianggap ribut pada saat berlatih.

Bahkan terkadang menganggap belajar seni banyak menyita waktu siswa/siswi karena banyak menggunakan waktunya untuk berlatih praktek sehingga mengganggu mata pelajaran yang lain. (Sumber: wawancara)

Guru Seni kadang hanya dimintai pendapat saat sekolah ingin mengadakan sebuah acara. Hanya diminta untuk menyiapkan siswa sebagai pengisi acara.

Menganggap seluruh pertunjukan seni yang akan ditampilkan pada acara tersebut dapat dilaksanakan dengan sempurna seperti membalikkan telapak tangan.

Cukup menunjuk siswa menari atau bernyanyi maka dengan “bimsalabim” semua bisa sukses. Padahal  sangat jelas disampaikan bahwa sesuatu yang berhubungan dengan performance/penampilan tentu harus melalui proses, harus melalui penseleksian minat dan bakat dan melatih rasa percaya untuk tidak malu saat tampil.

Minat dan bakat inilah menjadi dasar untuk dilatih berulangkali hingga layak untuk ditampilkan.

Yang menarik dari pengalaman seorang guru seni musik saat harus mengatakan kepada guru mata pelajaran lain “jika tidak ada suara saat berlatih bernyanyi, berarti guru seni tersebut tidak sedang mengajar” berarti guru tersebut tidak sedang melaksanakan kewajibannya.

Cerita lainnya adalah saat guru seni harus mengajarkan materi musik kontemporer.

Siswa diminta membawa benda-benda yang bisa menghasilkan bunyi. Seperti panci, galon, botol, sendok dan lain-lain.

Maka bisa dibayangkan suasana belajar di dalam kelas. Pastilah riuh dan kacau.

Maka dibutuhkan kejelian dan kepiawaian seorang guru seni untuk bisa meramu dan mengkondisikan situasi belajar yang kondusif dan tidak mengganggu kelas lain.

Jika tidak memiliki ruang khusus, guru berinisiatif membawa siswa ke tempat yang lebih tenang di luar kelas.

Tantangan lain belajar seni budaya di sekolah adalah masih adanya pola pikir beberapa guru yang justru banyak mengkritik guru seni budaya. Kegesitan dan semangat guru seni budaya tidak diragukan. Hal ini karena mereka terbiasa melakukan aksi. Terbiasa menampilkan performance secara individu maupun berkelompok, seperti melukis, bernyanyi solo, puisi dsb.

Percaya diri dan kemandirian inilah terkadang dianggap berlebihan. Pola pikir ini harus dirubah. Bahwa sesungguhnya ketika mata pelajaran telah masuk dalam ranah kurikulum maka mau tidak mau semua harus saling mendukung dalam rangka meningkatkan mutu sekolah.#

Facebook Comments
What's Your Reaction?
+1
0
+1
1
+1
2
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Adblock Terdeteksi !

Maaf Matikan dulu Adblock anda