MASIH ADAKAH RASA SAYANG
Oleh: Dra. Sitti Dahlia Azis
Waktu terus berputar dan aku pun ikut berlari berupaya menyusul mereka yang laju dengan kendaraannya. Kadang pula aku berhenti karena kakiku yang telah jauh berjalan sudah melepuh. Perih. Tak berdaya lagi … lalu kembali melangkah bukan berhenti.
Ini dalam perjuangan. Semua ingin hidup sejahtera, itu kenyataan yang tak mungkin dipungkiri … bekerja giat mencari rejeki halal agar hidup tercukupi dan mapan. Anak, istri dan keluarga kecil tidak sampai terkendala hanya karena persoalan lembaran merah sebagai alat tukar. Ya, alat tukar yang sudah menjadi raja bukan alat penentu tercapainya tujuan.
Cuan atau uang memang perlu dan sangat dibutuhkan dalam mengejar mimpi, cita-cita dan prestasi … nyata pula dalam kehidupan. Namun sebagai manusia ada rasa persaudaraan, kebijakan bahkan masih ada tenggang rasa yang terpelihara dalam adab, adat dan budaya.
Ada satu hal yang tertinggal di saat kita di atas angin. Pikiran fokus pada capaian target, berjalan lurus tak menoleh sehingga kawan yang tertinggal jauh tak sempat disapa. Diri berlari kencang menentang badai dan sulitnya persaingan hidup. Terkadang kriteria layak berupa prestasi ditinggalkan. Yang dianggap layak adalah mereka yang sanggup memenuhi syarat utama yakni ‘kertas merah’.
Kapan waktu dan dimana letaknya kemurnian prestasi? Kapankah si kecil jadi besar? Mengapa yang kuat tidak mengangkat yang lemah … mengapa yang di atas tahta tak melihat airmata mereka yang ada di garis bawah soal dalam finansial.
Bagaimana nasib Si Kecil, dia ingin bekerja … dia punya kemampuan tapi kurang fasilitas. Bukankah hidup butuh kolaborasi sebab tidak semua ilmu dikuasai oleh seorang saja. Berusaha? … mereka juga berlari. Ah, tapi seperti mengejar badai.
Si Kecil, dalam hal ini tidak disarankan menadahkan tangan meminta-minta. Hanya saja diharapkan kepada mereka yang mapan ada kepedulian sosial, terlebih kalau memang sudah berteman dan bersahabat. Gandenglah tangannya. Berikan peluang dan ruang gerak untuk bekerja dan berkarya nyata. Kurangi berlakunya pribahasa “Yang dekat dari api itulah yang panas.”
Banyak yang tidak peduli. Mengapa … mengapa para hartawan tidak menyadari bahwa adanya gedung mewah hanya karena ada Si Kecil yang punya skill menjadi kuli bangunan sehingga dia dapat menghuni gedung mewah pencakar langit? Mereka yang di atas bisa makan karena ada yang siap bertani dan berkebun.
Itulah hidup. Mungkin Allah menghendaki hambanya tetap bersabar. Mungkin Allah menghendaki hambanya banyak bersyukur dan berdoa serta tabah dalam perjuangan. Teruslah belajar dan berkarya. Janji Allah tidak akan diingkari. Ikhlas-lah dalam menjalani.
#puspeka
#sahabatkarakter
Komunitas Kami Pengajar Sulawesi/MGMP/PMM/APK PUSPEKA
Sanggar Literasi Sulawesi Selatan
Kelurahan Pallameang
Kecamatan Mattiro Sompe
Pinrang, 1 April 2023