Inspirasi

Syahadah di Lembah Cahaya: Jejak Hidup Imam Syafi’i

Oleh : Muhammad Sultan (Guru SMAN 5 Bulukumba)

Di hamparan gurun ilmu yang tandus, lahirlah seorang bintang yang akan memahat cakrawala dengan sinar hikmah. Ia adalah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, lelaki yang kelak menjadi nahkoda di samudra fiqh. Ia ibarat sekuntum bunga di tanah gersang, tumbuh dari akar kesederhanaan, disirami hujan kegigihan.

Langkah pertamanya di Makkah adalah benih yang ditanam dalam tanah suci, di mana kesucian Ka’bah menjadi saksi bisu. Ibunya, laksana lilin yang menghangatkan malam dinginnya, membimbing dengan doa dan harapan. Dalam balutan kefakiran, Syafi’i kecil menelan hafalan Al-Qur’an seperti embun pagi yang diserap oleh dedaunan.

Tatkala usia menginjak remaja, ia berangkat ke Madinah, laksana anak panah yang melesat mencari sasaran. Di sana, ia bertemu Malik bin Anas, sang matahari ilmu. Kitab Al-Muwaththa’ menjadi pelita di malam gelapnya. Ia membacanya tidak hanya dengan mata, tetapi dengan hatinya yang bercahaya.

Bait-bait hikmah dari para ulama ia rangkai menjadi mahkota yang menghiasi akalnya. Syafi’i muda menjelma seperti kupu-kupu yang menari dari satu taman ke taman lainnya, mengumpulkan sari pati pengetahuan. Ia menapaki jalan ke Baghdad, di mana pemikiran-pemikiran manusia bertarung di arena perdebatan. Di sana, ia adalah ombak yang tak gentar menghantam karang.

Namun, ilmu baginya bukan sekadar pusaka yang dipajang, melainkan lentera yang menerangi jalan umat. Ia mengembara ke Mesir, di mana ia merajut mahzab baru yang kini dikenal sebagai Syafi’iyyah. Di Mesir pula ia menulis Al-Umm, kitab agung yang menjadi mercusuar di tengah samudra kebingungan.

Akhir hayatnya, Imam Syafi’i adalah bulan purnama yang sinarnya tak pernah surut meski ia telah kembali ke Rabb-nya. Namanya terukir di hati para pecinta ilmu, menjadi nyala api yang tak pernah padam di sepanjang zaman.

Imam Syafi’i bukan hanya seorang ulama, ia adalah sajak yang ditulis dengan tinta perjuangan, bait yang dirangkai oleh hikmah, dan metafora yang hidup di antara debu perjalanan panjang. Ia adalah bukti bahwa ilmu yang hakiki akan selalu menembus batas waktu dan ruang, laksana bintang yang menerangi malam pekat kehidupan.#

Facebook Comments
What's Your Reaction?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Adblock Terdeteksi !

Maaf Matikan dulu Adblock anda